Memasuki bulan Februari, kita menyaksikan banyak media
Ensiklopedia Katolik menyebutkan tiga versi tentang Valentine, tetapi versi terkenal adalah kisah Pendeta
Dalam versi kedua, Claudius II melihat bahwa para bujangan lebih tabah dalam berperang daripada yang telah menikah yang sejak semula menolak untuk pergi berperang, lalu dia mengeluarkan perintah yang melarang pernikahan. St. Valentine menentang perintah ini dan terus mengadakan pernikahan di gereja dengan sembunyi-sembunyi sampai akhirnya diketahui dan dipenjarakan. Di penjara dia berkenalan dengan putri seorang penjaga penjara yang terserang penyakit. Ia mengobatinya hingga sembuh dan jatuh cinta kepadanya. Sebelum dihukum mati, dia mengirim sebuah kartu yang bertuliskan “Dari yang tulus cintanya, Valentine.” Hal itu terjadi setelah anak tersebut memeluk agama Nashrani bersama 46 kerabatnya.
Versi ketiga, ketika agama Nasrani tersebar di Eropa, di salah satu desa terdapat sebuah tradisi Romawi yang menarik perhatian para pendeta. Dalam tradisi itu para pemuda desa selalu berkumpul setiap pertengahan bulan Februari. Mereka menulis nama-nama gadis desa dan meletakkannya di dalam sebuah kotak, lalu setiap pemuda mengambil salah satu nama dari kotak itu dan gadis yang namanya keluar akan menjadi kekasihnya sepanjang tahun. Ia juga mengirimkan sebuah kartu yang bertuliskan “Dengan nama tuhan Ibu, saya kirimkan kepadamu kartu ini.” Akibat sulitnya menghilangkan tradisi ini, para pendeta memutuskan mengganti tulisannya menjadi “Dengan nama Pendeta Valentine” sehingga dapat mengikat para pemuda tersebut dengan agama Nasrani.
Saudaraku, itulah sejarah Valentine’s Day yang sebenarnya (berdasarkan data yang ada -ed), yang seluruhnya tidak lain bersumber dari paganisme orang musyrik, penyembahan berhala dan penghormatan pada pastor. Bahkan tak ada kaitannya dengan “kasih sayang”, lalu kenapa kita masih juga menyambut Hari Valentine? Adakah ia merupakan hari yang istimewa? Adat, atau hanya ikut-ikutan semata? Bila demikian, sangat disayangkan banyak remaja Islam yang terkena penyakit mengekor budaya Barat dan acara ritual agama lain. Bahkan saat ini beredar kartu-kartu perayaan keagamaan ini dengan gambar anak kecil dengan dua sayap terbang mengitari gambar hati sambil mengarahkan anak panah ke arah hati yang sebenarnya itu merupakan lambang tuhan cinta bagi orang-orang Romawi! Padahal Alloh berfirman, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertangggungjawabnya.” (Al Isro’: 36)
Bolehkah Memperingati Hari Valentine?
Bila dalam merayakannya bermaksud untuk mengenang kembali Valentine maka tidak disangsikan lagi bahwa ia telah melakukan perbuatan kekafiran. Adapun bila ia tidak bermaksud demikian maka ia telah melakukan suatu kemungkaran yang besar. Ibnu Qoyyim Al Jauziyah rohimahulloh berkata, “Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan, “Selamat hari raya!” dan sejenisnya. Bagi yang mengucapkannya, kalaupun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyekutukan Allah. Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi Allah dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum khamer atau membunuh. Banyak orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut. Seperti orang yang memberi selamat kepada orang lain atas perbuatan maksiat, bid’ah atau kekufuran maka ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Alloh.” Allohu a’lam bish showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar